Selasa, Oktober 25, 2011

Bhakti Seorang Istri Terhadap Suaminya

Sahabat masih ingatkah akan sebuah hadits dibawah ini: 

"Siapa saja isteri yang meninggal dunia, sedangkan suaminya redha terhadap kepergiannya, maka ia akan masuk Surga."
(Riwayat Tarmizi)
 
Taat dan selalu berbakti pada suami merupakan kewajiban seorang istri, selama bukan untuk bermaksiat kepada Allah SWT. Bahkan ketaatan istri pada suami serta mengakui hak suami pahalanya disamakan dengan jihad di jalan Allah. Namun sayang, hanya sedikit dari para wanita yang melakukannya.

Suami memang memiliki hak atas istrinya yang senantiasa harus dijaga, ditaati dan ditunaikan oleh istri dengan baik, hingga dengan itu ia bisa masuk surga. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
Apabila seorang istri mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya (menjaga kehormatannya), dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang dia kehendaki. (Ibnu Hibban dari Abu Hurairah ra.)

Suami merupakan surga dan neraka seorang istri. Apabila istri taat pada suami, maka surga yang ia dapatkan, tetapi jika mengabaikan hak suami, tidak taat padanya, maka hal itu dapat menjatuhkannya ke dalam neraka. Sebagaimana sabda Rasulullah dalam sebuah haditsnya,
Perhatikanlah bagaimana hubunganmu dengannya, karena suamimu merupakan surgamu dan nerakamu.” (Riwayat Ibnu Abi Syaiban, an-Nasai, Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqi, dari bibinya Husain bin Mihshan ra, Adz-Dhahabi)

Bentuk ketaatan seorang istri pada suami itu antara lain sebagai berikut :

Selalu menjaga kehormatan diri dan suami serta harta suami. Sebagaiman Allah firmankan dalam an-Nisa : 34
Maka wanita-wanita yang baik itu ialah yang mentaati (suaminya) dan menjaga (hal-hal) yang tersembunyi dengan cara yang dipeliharakan oleh Allah.
Sabda Rasulullah SAW dalam haditsnya,
Tidaklah mau aku kabarkan kepada kalian tentang sesuatu yang paling baik dijadikan bekal seseorang? Wanita yang baik (shalihah), yang jika dilihat (suami) ia menyenangkan, jika diperintah (suami) ia mentaatinya, dan jika (suami) meninggalkannya ia menjaga dirinya dan harta suaminya.(Riwayat Abu Daud dan an-NasaâI).

Istri wajib melayani suami dengan baik, termasuk masalah berjimaâ. Istri tak boleh menolak, kecuali jika ia sakit atau memiliki udzur yang membuat tak bisa melakukan kewajiban tersebut.

Sabda Rasulullah SAW,
Apabila seorang suami mengajak istri ke tempat tidur (untuk berjimaâ), dan istri menolak (sehingga membuat suaminya murka), maka si istri akan dilaknat oleh malaikat hingga (waktu) subuh.â (Diriwayatkan Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, an-NasaâI, ad-Darimi dan al-Baihaqi, dari Abu Hurairah ra)

Dalam haditsnya yang lain Rasulullah bersabda,
Demi Allah, yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seorang wanita tidak akan bisa menunaikan hak Allah sebelum ia menunaikan hak suaminya. Andaikan suami meminta dirinya padahal ia sedang berada di atas punggung unta, maka ia (istri) tetap tidak boleh menolak.(Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban dari Abdullah bin Abi Aufa ra)

Istri juga tidak boleh berpuasa sunnah kecuali dengan izin suaminya, apabila suaminya berada di rumahnya (tidak safar). Hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW,Tidak boleh seorang wanita puasa (sunnah) sedangkan suaminya ada (tidak safar) kecuali dengan izinnya. Tidak boleh ia mengizinkan seseorang memasuki rumahnya kecuali dengan izinnya. Apabila ia menginfakkan harta dari usaha suaminya tanpa perintahnya, maka separuh ganjarannya adalah untuk suaminya.

Seorang istri harus melaksanakan hak suami, mengatur rumah dan mendidik anak.

Jika istri berkewajiban mematuhi suami dalam melampiaskan syahwatnya, maka lebih wajib lagi baginya untuk taat pada suami dalam urusan yang lebih penting dari itu, seperti masalah pendidikan anak dan kebaikan.

Pekerjaan ini adalah tugas yang sesuai dengan fitrah, bahkan merupakan tugas pokok yang wajib dilaksanakan dan diupayakan dalam rangka membentuk usrah (keluarga) bahagia dan mempersiapkan generasi yang baik.

Seorang istri berkewajiban pula untuk selalu menjaga kemuliaan dan perasaan suami, baik dalam penampilan, tidak menuntut suami dengan hal yang tak mampu, tidak melawan suami atau melakukan hal yang tidak disukainya, dan tidak merendahkannya ataupun menjelekkan keluarga suami. Sebab hal itu bisa membuatnya tidak ridho.

Maka benarlah apa yang dilakukan para sahabat Rasulullah SAW, apabila menyerahkan wanita kepada suaminya, mereka memerintahkan agar melayani suami, menjaga haknya dan mendidik anak-anak. Tunduk pada suami mereka dengan penuh kerelaan, mendengar dan taat pada suami dengan cara yang baik. Tidak mengeluh hingga suami tak menyukainya serta tidak mengkhianatinya. Para sahabat ini membekali putri mereka dengan nasehat sebagai dasar-dasar kehidupan suami istri yang penuh kebahagiaan.

Demikianlah, seorang suami adalah pemimpin dalam rumah tangganya, bagi istri juga bagi anak-anaknya. Karena Allah telah menjadikannya sebagai pemimpin, Allah memberikan keutamaan yang lebih besar pada laki-laki atas wanita, karena dialah yang berkewajiban memberi nafkah pada istrinya. Masing-masing dari suami atau istri memiliki hak dan kewajiban. Namun suami mempunyai kelebihan atas istrinya. Hingga setelah wali atau orangtua sang istri menyerahkan kepada suaminya, maka kewajiban taat kepada suami menjadi hak tertinggi yang harus dipenuhinya, setelah kewajiban taatnya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya SAW.

Perlu diketahui, Islam hanya membatasi ketaatan tersebut dalam hal-hal yang maâruf sesuai petunjuk Al-Qurâan dan As-Sunnah seperti yang dipahami generasi salafush shalih. Jika perintah suami bertentangan dengan hal di atas, tidak ada kewajiban bagi seorang istri untuk menaatinya, namun istri berkewajiban memberi nasihat pada suami dengan lemah lembut dan kasih sayang.

Dan sebagai tambahan akan saya uraikan tentang berbakti kepada suami yaitu:

1)     Harus menghargai dan menerima pemberian suami.
Seorang istri wajib menerima pemberian dengan senang hati, meski pemberian itu kurang berkenan dihatinya. Rasulullah SAW bersabda, “Perempuan (istri) yang menyusahkan suaminya dalam urusan nafkah atau membebani suaminya padahal ia tidak mampu, Allah tidak akan menerima amalnya”.

2)     Menjaga kehormatan diri dan harta suami.
Inilah istri yang saleh, ia juga tidak akan meninggalkan rumah tanpa izin suami. Sabda Rasulullah SAW, “Perempuan (istri) adalah pemimpin di rumah suaminya dan bakal ditanya tentang kepemimpinannya itu serta tentang harta suaminya.” (HR. Bukhari-Muslim).

3)     Menyenangkan hati suami.
Untuk itu Rasulullah menganjurkan agar para istri berdandan dihadapan suaminya. “Sebaik-baiknya perempuan (istri) ialah yang menyenangkanmu jika engkau memandangnya.” (HR. Tabrani). Sangat mudah bagi istri untuk bisa merawat dan mempercantik diri. Selain bersalon, lebih utama lagi adalah dengan memanfaatkan air wudhu, insya Allah akan diberikan kecantikan alami plus cahaya Allah.

4)     Melayani suami dengan baik.
Pekerjaan mengatur rumah dan segala isinya adalah tugas istri termasuk juga melayani suami selama istri mampu melakukannya. Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seorang suami mengajak istrinya untuk memenuhi kebutuhannya, hendaknya si istri mendatanginya meski ia sedang berada di dapur.” (HR. Tirmidzi dan Nasa’i)

5)     Taat dan patuh kepada suami.
Inilah kewajiban paling utama seorang istri. Rasulullah bersabda, “Sebaik-baiknya istri ialah jika memandangnya kamu akan terhibur. Jika kamu menyuruhnya, ia akan menurut patuh. Jika kamu memintanya melakukan sesuatu, ia memenuhinya dengan baik, dan jika kamu bepergian, ia menjaga dirinya dan harta bendamu.” (HR. Nasa’i). Saat terjadi pertengkaran pun, istri harus tetap hormat kepada suami. Namun, perlu diingat, kewajiban akan gugur jika suami menyuruhnya untuk bermaksiat kepada Allah.

Demikianlah berbagai kewajiban istri kepada suami menurut kacamata agama. Istri juga harus bisa beraktualisasi. Berdoalah kepada Allah agar senantiasa diberikan ilmu yang bermanfaat, terutama ilmu menjadi seorang istri salehah sebagai calon penghuni surga-Nya.

Dan akhirnya semoga kita selalu dimudahkan dalam menjalankan kewajiban pada suami dalam kebaikan, hingga mampu meraih pahala jihad. Amiin..

Sumber Telaah: Majalah Bikah edisi Januari 2009 dan tambahan dari berbagai sumber termasuk dari penulis :) 

2 komentar:

Anonim mengatakan...

tulisan yag bagus, cuma sedikit koreksi saja, ahsannya /seharusnya nama Nabi atau Allah jangan pernah disingkat :SAW atau SWT. karena itu merupakan doa dan singkatan bukan merupakan doa dan tidak ada artinya. janganlah menganggap remeh masalah ini.

INNEKE ASRINDANI BLOG mengatakan...

Anomin @ Jazakumullah khairan katsir atas nasehatnya.... Ia Insya Allah akan segera diperbaiki... Makasih sudah mampir...