Jumat, November 26, 2010

Saat Terakhir: Ketika Dia Telah Pergi Meninggalkanku

Menabur bunga
Menetes air dimata
Dedaun berguguran
Aku bersedih

Dingin hati terasa
Separuh jiwaku menghampa
Perih terbalut sepi
Melaraku sendiri

Dia tlah pergi, tak mungkin kembali
Dia tlah pergi, pilukan hati
Dia tlah pergi, tak lagi disisi
Dia tlah pergi ke nirwana

Mengingatmu, mengenangmu
Nelangsa aku disini
Kesunyian, kepedihan
Mampukah terlewati 


Namaku Andien, aku masih sekolah dan sekarang aku kelas 3 SMP. Hari itu aku bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, seperti biasanya aku berangkat sendiri dan menunggu angkutan umum yang lewat di depan kompleksku. Tepat jam 06.30 pagi aku sampai di sekolah, dan seperti biasanya ku jalani hari-hariku di sekolah dengan sahabat-sahabatku. “ Saatnya pulang … yeachhhhhh !!!!”. Kataku dengan nada sedikit lega karena aku bisa terlepas dari guru yang super killer itu. Jam menunjukkan pukul 13.30 semua siswa berhamburan keluar dari kelas masing-masing. “ kak,,,kak,,, mba Andien tungguin dong !”. Terdengar suara memanggilku dan ternyata itu sahabatku Lisa “ Ada apa sa ?”. Kataku dengan nada sedikit kesal. “ Pulang bareng Yukkk !!! “. Katanya. Dengan perasaan agak sedikit jengkel akhirnya aku mengiyakan permintaanya. Setelah sampai di jalan tiba-tiba HP ku bunyi. “ Angkat tuch kak,,,, “. Ya bawel dasar anak bawel. Ku angkat telephonnya ternyata dari saudaraku yang ada di Solo. Setelah asyik berbincang-bincang akhirnya saudaraku mengenalkanku dengan pacarnya di telephone. “ Hai…. “ . Hay juga jawabku untuknya. Dia memperkenalkan namanya dan dia bernama Bian begitu juga aku. Dari perkenalan singkat itu akhirnya aku akrab dengannya. Kami juga sering telpone-telponan. “ Din, kamu mau nggak aku kenalin dengan temanku “. Kata Bian dengan sedikit berharap kepadaku. “Apa kenalin,,, ya kalu orangnya enak boleh dech !”. Jawabku dengan nada sedikit bercanda. Tak selang beberapa menit ada nomor baru sms ke HP ku. Aku tanya siapa dia ternyata dia adalah teman dari Bian. Setelah kenalan kita saling sharing dan bercanda hanya sekedar untuk melepas lelah. “ Din, Kamu mau ngga jadi pacarku ?”. Tanya Azis kepadaku. “ Apa,, pacar ???”. Kataku dengan sedikit kaget. “Iya kamu mau nggak jadi pacar aku “.  Tanya Azis lagi kepadaku. Setelah kata-kata itu terlontar dari mulut Azis aku mereasa sangat kaget, karena selama ini aku belum pernah merasakan apa itu cinta. Dengan nada sedikit gugup aku menjawab, “ Hmm,,, tapi apa kamu mau dengan ku??? Aku tuch jelek dan nggak pantes buat kamu .” namun Azis hanya tersenyum. “ Aku mau nerima kamu apa adanya kok… biarpun kamu jelek asalkan hatimu baik”. Jawab Azis meyakinkanku. Karena kata-kata dia yang kurasa bisa diterima oleh akal fikiranku akhirnya aku mau menerimanya. Namun cintaku hanya sebatas itu saja, saling mengingatkan dan menelepon jika kangen. Kita nggak pernah berani berjalan berdua, pasti ada lisa atau reza yang selalu menemani. Walaupun begitu aku selalu setia dengannya. “ Din??? Aku boleh main ga ke rumahmu ?”. Tanyanya dengan perasaan sedkit ragu. “ Ya bolehlah,,, rumahku itu terbuka untuk siapa saja “. Jawabku dengan nada senang. “ Tapi aku mainya pas lebaran ajah ya, biar dimarah papamu, katanya papamu galak ???. Jawab Azis. Dengan perasaan senang aku terus bercerita tentang aku, teman-temanku dan tentang sekolahku kepadanya. Dia juga sama bercerita tentang dia, keluarga dan para sahabatnya di sekolah.
Pernah dia memintaku menyanyi untukknya. Namun aku jawab aku nggak bisa nyanyi. Namun Azis terus saja meminta aku untuk bernyanyi untuknya. Karena dia ngotot terpaksa dech aku nyanyi walaupun suaraku agak-agak jelek sedikit. Saat itu aku menyanyikan lagu “Saat Terakhir” dari ST12. Karena lagu itu juga sangat aku suka. “ Din, suara kamu lumayan bagus yach??.” Ejek dia padaku. “ Ya,, bagus apa bagus ?.” Enggak beneran dech bagus. Kenapa kamu ga jadi penyanyi ajach “. Tanya Azis padaku. Sebenarnya dari dulu memang cita-citaku pengen jadi penyani, namun karena situasi yang kurang mendukung ya terpaksa aku buang jauh-jauh mimpi itu. Tetapi Azis terus memberiku semangat. Memang dia benar-benar malaikat bagiku, dia selalu ada disaat aku sedih dan dia selalu menghiburku walau sebatas lewat HP. Aku bahagia bisa bersamanya. Terkadang ia membuat rencana – rencana yang aku anggap lucu, seperti konsep pernikahan kita, rumah, sampai dimana kita tinggal ketika sudah menikah. Aku berharap ini bukan hanya sekedar cinta monyet, cinta anak ingusan dan lain sebagainya. Aku berharap orang tua ku tau hubungan kita dan merestuinya, karena selama ini kita backstreet.

Hari berganti minggu dan minggu pun berganti bulan.Aku ingin selalu ada dia di sisik, yang selalu mengingatkan aku ketika masuk waktu sholat, makan dan sekolah, sampai Pr-Pr sekalipun. Namun, Azis tlah pergi untuk selama-lamanya. Dia kecelakaan saat mau menuju ke rumahku. Aku tahu ini semua dari Bian, dia yang mengabariku lewat telephone. “ Din, din… ???. Bicara Bian  dengan nada terbata-bata. “ Bi,, ada apa?? Kok kayaknya kamu sedang nangis sambil ketakutan gitu?”. Tanyaku kepada Bian. “ Azis, Azis !!!”. jawab Bian dengan nada yang sama. “Azis kenapa Bi???”. Tanyaku dengan nada yang tak sabar dan dengan sedikit takut. “ Azis,,, sudah pergi Din !!.” Pergi gimana maksud kamu Bi”. Dia kecelakaan saat mau ke rumahmu”. Jawab Azis meyakinkanku. Namun aku masih tak percaya karena barusan Azis masih menelephonku. Tanpa kusadari aku jatuh lemas kelantai dan tak sadarkan diri. Setelah terbangun aku merasa sangat menyesal. Andaikan saja Azis nggak datang ke rumahku mungkin kejadiannya tak akan seperti ini. Mungkin sampai sekarang dia masih ada. Lagu yang aku nyanyikan untuknya menjadi kenyataan pahit untukku. Ternyata ini adalah saat terakhir aku bisa mendengar suara dia. 




 Kini Dia tlah pergi untuk selama-lamanya. Hari-hariku begitu hampa dan sepi tanpa suara, canda dan tawanya lagi. Ini sudah lebaran ke 5  namun aku masih menanti dia datang menemuiku. Namun aku harus menerima kenyataan pahit bahwa Azis sudah tiada dan dia tak akan pernah kembali ke dunia ini lagi. Lebaran tlah berlalu aku mulai bisa menerima semua kenyataan ini. Aku sudah sedikit-sedikit melupakan kejadian pahit itu, kini aku mencoba bangkit dari kenyataan aku mulai menata hidup baru. Karena aku tidak mau terus-menerus ada dalam kesedihan ini, aku juga harus menatap masa depan aku harus tetap sekolah. Aku harus bisa membuat kedua orang tuaku bahagia. Karena aku yakin dia tersenyum di atas sana untukku. Dan aku yakin dia juga bahagia melihatku tersenyum untuknya. Dan aku berharap bisa menemukan penggantinya, Tetapi sampai berpuluh – puluh cowok yang menghampiriku tetap tidak bisa menggantikan posisinya dihatiku. Terkadang aku berpikir bahwa aku sudah gila karena masih memikirkan orang yang sudah meninggal, apakah aku masih yakin dia akan kembali? Bodoh…. Nggak mungkin. Sampai akhirnya aku harus masuk ke pesantren di Bandung, sehingga sedikit – sedikit aku mulai bisa mengubur kenangan bersamanya.


6 komentar:

andi mengatakan...

asrin...masa lalu telah usai yang tertinggal hanya kenangan. masa sekarang adalah massa dimana kita menjalani hidup yang penuh dengan harapan dan masa yang akan datang ini adalah tujuan hidup kita yaitu kebahagian di dunia dan akherat.
----lambaran baru telah tercipta, mari bersama dayung perahu bahtera rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah--- bismillah...

INNEKE ASRINDANI BLOG mengatakan...

andi @ Insya Allah.... Jazakallahu Khairan katsir....

Anonim mengatakan...

apakah berpuluh2 cowok itu termasuk mas...juga

INNEKE ASRINDANI BLOG mengatakan...

Anonim @ Hmmmm... mas siapa ya? :)

anonim mengatakan...

mas yang namanya tidak pake huruf -y-
^_^...

INNEKE ASRINDANI BLOG mengatakan...

Anonim@ o0o...... gitu.. tono tini juga nggak pake huruf y????